Friday, January 10, 2014

Jurang Kesenjangan Ekonomi RI Melebar 20% per Tahun

Pakar ekonomi Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin memaparkan fakta pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kurang menyenangkan. Meski kini masuk dalam G20 sebagai satu dari 20 negara dengan perekonomian terbesar namun ketimpangan antara si kaya dan si miskin terus melebar.

Wijayanto mendasarkan pada indeks Gini pendapatan. Indeks Gini memakai skala 0 sampai 1. Nilai 0 berarti pendapatan dibagi merata sempurna, sebaliknya nilai 1 berarti ketimpangan sempurna. Dari 100 persen pendapatan hanya dimiliki oleh satu orang.

"Sejak 2002 sampai sekarang indeks Gini Indonesia terus memburuk. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) Pada 2002 nilainya 0,329 lalu terakhir pada 2011 lalu nilainya 0,413," kata Wijayanto dalam orasi ilmiahnya 'Mengurangi Ketimpangan, Meluruskan Esensi Pembangunan' pada acara Dies Natalis Universitas Paramadina ke-16, Jumat (10/1).

Berdasarkan rata-rata Gini 1990 - 1999 dan 2000 - 2012, Indonesia merupakan negara dengan perubahan Gini hampir 20 persen, lebih tinggi dari Brasil, India, Rusia, dan Tiongkok. Keempat negara ini Wijayanto jadikan rujukan karena oleh Goldman Sachs dianggap sebagai motor kemajuan ekonomi global masa mendatang.

Tiongkok yang pada periode 1990 - 2012 mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata hampir dua digit, lebih pesat dari Indonesia, nyatanya pertumbuhan Gini-nya lebih rendah, sekitar 18 persen. Malaysia, Thailand, dan Rusia malah berhasil menurunkan Gini secara signifikan meskipun pada 2012 nilai Gini mereka masih lebih tinggi dari Indonesia.

"Fakta ini menguatkan perlunya pemerintah melakukan upaya lebih serius untuk mengurangi ketimpangan ekonomi," kata Wijayanto di Aula Universitas Paramadina, Jakarta Selatan.

Ia kemudian merujuk pada indikator lain yaitu Gini kekayaan. Berdasarkan Indikator Pembangunan Dunia dari Bank Dunia pada 2013, aset yang dikuasai 10 persen orang terkaya Indonesia mencapai 65,4 persen. Dalam hal ini Indonesia ada di posisi 17 negara paling timpang berdasarkan Gini kekayaan 150 negara yang disurvei.

"Diperlukan kebijakan kreatif dan inovatif agar terlepas dari ketimpangan dan pemerataan kesejahteraan dapat terwujud di negeri ini," tukas Wijayanto yang juga menjabat sebagai Deputi Rektor Kerjasama dan Pengembangan Bisnis Universitas Paramadina.